Senin, 28 Maret 2011

Prancis Denda Google Karena Curi Data


Badan perlindungan data Prancis telah menjatuhkan denda 100.000 Euro kepada Google karena dianggap telah mencuri data dari jaringan WiFi secara ilegal ketika sedang memetakan rute-rute jalan untuk layanan Google Street View.

Commission nationale de l'information et des libertes (CNIL) pada Mei 2010 telah memerintahkan Google menghentikan pemetaan 'Street View' dan meminta Google memberikan satu salinan dari data-data yang telah dikumpulkan.

Perintah itu kemudian berujung pada penjatuhan denda yang dikenakan Senin (21/3). Masalah Google dalam pengumpulan data untuk layanan Street View, secara tidak sengaja merekam data-data pribadi seperti email dan catatan penelusuran Internet dari jaringan WiFi.

Akibatnya beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Swiss, Inggris, dan Singapura menyelidiki Street View. "Kami sangat menyesal karena telah keliru mengumpulkan data dari jaringan WiFi," kata Peter Fleischer, seorang pejabat Google dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters. "Segera setelah kami menyadari apa yang terjadi kami langsung menghentikan pengumpulan data dari jaringan WiFi dan segera memberi tahu pihak berwenang," pungkas Fleischer.

Teknologi FPR TV 3D


Menonton tayangan tiga dimensi memang mengasyikkan. Apalagi kini muncul televisi yang bisa menayangkan gambar 3D. Kita serasa dibawa ke dalam cerita dan terlibat dalam tayangan itu. Tapi belakangan muncul banyak keluhan terhadap kenyamanan kacamata yang harus digunakan untuk menonton tayangan 3D itu.

Selain berat, kacamata khusus 3D yang menggunakan teknologi lama terasa kurang nyaman karena membuat mata lelah, pusing, dan mual. Kualitas gambar yang kita lihat pun terasa kurang maksimal, karena penonton tidak bisa bergerak bebas dengan kacamata yang dipakai.

Sedikit bergeser saja maka kualitas gambar kurang jelas dan kurang tajam. Bahkan saat mata atau kepala bergerak miring atau kita menonton dengan posisi tidur atau rebah di sofa, gambar yang dilihat akan jadi gelap. Belum lagi, teknologi lama pada kacamata 3D yang harus menggunakan kabel untuk mengkoneksikan kacamata dengan pesawat telivisi.

Tapi kini, keluhan-keluhan itu bisa teratasi dengan hadirnya teknologi FPR untuk kacamata 3D. Dengan teknologi terbaru ini kacamata 3D menjadi lebih ringan yakni 14 gram. Bandingkan dengan kacamata 3D dengan teknologi SG yang beratnya 40 gram. Kacamata dengan teknologi FPR lebih ringan karena terbuat dari bahan plastik yang tipis.

Menonton tayangan tiga dimensi dengan kacamata FPR juga menjadi lebih nyaman karena kacamata ini sangat fleksibel. Kita bisa bergerak bebas saat menonton dan kualitas tayangan 3D tidak berubah. Kacamata FPR ini juga tidak memerlukan kabel yang menghubungkannya dengan pesawat televisi.

Bentuk kacamata 3D FPR pun bisa dibuat lebih bergaya dan bahkan kini sudah ada dalam bentuk flip, yang bisa dilekatkan pada kacamata Anda sehari-hari sehingga bisa dibuka dan ditutup sesuai keperluan. Yang tak kalah penting adalah harganya jauh lebih murah. Seluruh anggota keluarga bisa memilikinya sehingga tak perlu berebutan saat menonton tayangan 3D.

"Jadi selain ringan dan fleksibel, kacamata FPR ini juga lebih murah. Anda bisa membeli untuk seluruh anggota keluarga," ujar Ho Young Chang, Manajer marketing LCD TV untuk Kawasan ASia, saat diwawancara Liputan6.com SCTV, Senin (21/3) di kantor pusat LG Electtronics, di Kawasan Seoul Square, Jung-Gu, Seoul.

Kini sejumlah perusahaan yang memproduksi televisi berteknologi 3D telah menggunakan teknolofi FPR, di antaranya LG Electronics, Phiplips, Vizio, dan sejumlah produk pesawat televisi dari Cina. Sony dikabarkan juga akan menggunakan teknologi FPR ini.

Di Indonesia, sejumlah produk pesawat televisi 3D sudah mulai beredar, sementara LG Electronics baru akan meluncurkan produk pesawat televisi 3D pada April mendatang. Pesawat televisi itu sekaligus menerapkan teknologi smart TV, yang memungkinkan para penggunanya tersambung langsung dengan internet.

Minggu, 27 Maret 2011

Kerangka Kelinci Purba Ditemukan


Setelah melewati riset bertahun-tahun, kerangka kelinci purba raksasa akhirnya ditemukan di Pulau Minorca, Spanyol. Nuralagus rex diperkirakan berukuran enam kali lebih besar dari kelinci masa kini.

"Membutuhkan empat tahun untuk mengumpulkan tulang belulang N. rex," ucap Josep Quintana, paleontolog asal Catalan Institute, Barcelona, Spanyol, pada situs LiveScience, Senin (21/3) waktu setempat. "Untuk mengeluarkan tulang dari bebatuan, saya menggunakan ratusan liter asam asetat. Pekerjaan yang cukup melelahkan."

Kelinci yang hidup tiga hingga lima juta tahun silam itu berbobot sekitar dua belas kilogram. Ukuran masif N. rex disinyalir merupakan hasil dari seleksi alam habitat mereka. Di sebuah pulau terpencil, hewan besar cenderung menyusut akibat kekurangan cadangan makanan. Sementara hewan kecil terkadang malah membesar karena jumlah predator yang minim.

Walaupun bertubuh besar, N. rex mungkin menjadi sasaran empuk bila masih hidup hingga saat ini. Mereka tidak dilengkapi struktur tulang belakang yang memadai untuk melompat seperti kelinci pada umumnya.

"N. rex adalah kelinci berjalan, seperti berang-berang yang keluar dari air," tutur Quintana.

Sang raksasa juga diduga memiliki pendengaran dan penglihatan buruk. Berdasarkan bentuk cakarnya, para ilmuwan menebak N.rex adalah hewan penggali tanah. Quintana berencana menjadikan spesies purba ini sebagai maskot dari Pulau Minorca.

"Saya ingin menjadikan N. rex sebagai penarik minat para pelajar dan wisatawan," ungkapnya. Detail dari temuan ini dipublikasikan secara luas dalam Journal of Vertebrate Paleontology.

 
Free Host | lasik eye surgery | accountant website design